Aku bingung, aku harus memulai tulisan ini dari
mana. Dari akhir tahun kemarin, atau awal tahun ini. Akankah diposting atau
hanya disimpan di draft saja.
Ya... berbagai cara untuk melupakanmu sangatlah
sederhana memang, tetapi kondisinya yang mendukung untuk tidak dapat
melupakanmu. Aneh, mengapa aku harus memperkosa waktu untuk melupakanmu?
Secangkir kopi pahit saja bisa menjadi manis dengan mudahnya, jalanan yang
kering saja bisa menjadi lembab basah bahkan bisa tergenang air banjir
sekalipun. Mengapa kamu yang sulit? Mengapa melupakanmu butuh waktu lebih lama
daripada memecahkan soal aljabar tersulitpun? Apa yang membuat aku selalu
terngiang? Apa karena kebodohanku? Atau kapasitas otakku yang terlalu pintar
untuk menghafal semua tentangmu? Begitukah? Kalau begitu ambilkan aku obat
penenang tidur yang paling mujarab di bumi ini, agar aku bisa memimpikan
seseorang yang berbeda denganmu. Biarkanlah otakku ini berhenti sejenak
melupakanmu. Atau jangan...jangan... jika aku tertidur, aku memimpikanmu, lagi?
Iyakah? Hah!!!????!!
Sudahlah.. percuma merajut harapan melupakanmu,
tidak ada guna. Sugesti tentangmu begitu kuat. Aku tak mampu untuk menghapuskan
semua memori. Sebuah penyimpan data pada komputerku saja apabila ingin dihapus,
toh harus izin aku dulu, kan? Nah makanya.. aku harus bisa mulai untuk meminta
izin pada diriku sendiri untuk menghapuskannya. Kamu tidak indah ataupun tetek
bengeknya lah yang membuat aku tidak bisa melupakanmu, kamu hanyalah kamu
seseorang masa lalu yang seharusnya sejak 3 tahun yang lalu aku melupakanmu.Ya,
begitukah kamu. Cukup stagnan 365hari kali 3 saja aku seperti ini.
Satu yang aku inginkan darimu, simpan memori
tentangku, beri label kepada memorimu itu bahwa aku ini adalah pelaku sampingan
protagonis dari ceritamu, biarkan aku menjadi pelaku sampingan ceritamu,
biarkan. Yang terpenting bagiku adalah aku masih ada dalam cerita yang kamu
perankan. Itu saja. Dan tentunya kamu adalah pelaku utama bersifat protagonis
yang membuat ceritaku mempunyai plot maju-mundur. Kalau kamu bisa melihatku,
kamu bisa menilai keprofesionalan peranku ini. Sejujurnya, aku butuh naskah.
Aku butuh mengeluarkan semua kata yang ingin aku ucapkan kepadamu.